Peraturan Menteri Keuangan
18/PMK.03/2021
Tanggal Peraturan
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA |
|
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18/PMK.03/2021
TENTANG
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, |
Menimbang | : | a. |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (4), Pasal 4 ayat (ld), dan Pasal 4 ayat (3) huruf f, huruf o, dan huruf p Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur lebih lanjut ketentuan di bidang Pajak Penghasilan untuk mendukung kemudahan berusaha; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (13) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf e, serta Pasal 13 ayat (Sa) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur ketentuan mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah untuk mendukung kemudahan berusaha; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (3a), Pasal 9 ayat (4), Pasal 13 ayat (6), Pasal 14 ayat (6), Pasal 15 ayat (5), Pasal 17B ayat (la), Pasal 27B ayat (8), dan Pasal 44B ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu mengatur ketentuan mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan untuk mendukung kemudahan berusaha; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c , perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Mengingat | : | 1. |
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. |
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. |
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. |
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. |
Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 902) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1467); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 /PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1468); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 239/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1951); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor · 242/PMK.03/2014 ten tang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1973); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1974) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT) (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 180); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 55/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Permintaan Penghentian Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan untuk Kepentingan Penerimaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 538); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217 /PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745); |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
MEMUTUSKAN: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Menetapkan | : |
PERATURAN MENTER! KEUANGAN TENTANG PELAKSANMN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA DI BIDANG PAJAK PENGHASILAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH, SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB I | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
KETENTUAN UMUM | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 1 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
Undang-Undang Pajak Penghasilan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPh adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. |
Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh adalah Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. |
Pajak Pertambahan Nilai yang selanjutnya disingkat PPN adalah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
6. |
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang selanjutnya disingkat PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang PPN. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
7. |
Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
8. |
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
9. |
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
10. |
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang KUP. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
11. |
Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
12. |
Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran atau penyetoran ke kas negara yang diterbitkan melalui modul penerimaan negara atau oleh sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
13. |
Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang bangsa Indonesia asli atau orang bangsa lain yang telah disahkan sebagai warga negara Indonesia berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
14. |
Warga Negara Asing yang selanjutnya disingkat WNA adalah setiap orang yang bukan WNI. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
15. |
Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak yang menerangkan bahwa WNI memenuhi persyaratan menjadi subjek pajak luar negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
16. |
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang selanjutnya disingkat P3B adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
17. |
Pemberi Kerja adalah badan hukum atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan WNA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
18. |
Dividen adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh pemegang saham. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
19. | Laba Setelah Pajak adalah laba setelah pajak komprehensif. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
20. |
Laba Ditahan adalah akumulasi Laba Setelah Pajak yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk Dividen yang digunakan untuk membiayai berbagai kepentingan perusahaan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
21. |
Badan Pengelola Keuangan Haji yang selanjutnya disingkat BPKH adalah lembaga yang melakukan pengelolaan keuangan haji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan keuangan haji. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
22. |
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji yang selanjutnya disingkat BPIH adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
23. |
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus yang selanjutnya disebut BPIH Khusus adalah sejumlah dana yang harus dibayar oleh warga negara yang akan menunaikan ibadah haji khusus. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
24. |
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang yang mengatur mengenai kepabeanan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
25. |
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
26. |
Barang Kena Pajak yang selanjutnya disingkat BKP adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
27. |
Jasa Kena Pajak yang selanjutnya disingkat JKP adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
28. |
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, meng1mpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
29. |
Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disingkat PKP adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenai pajak berdasarkan UndangUndang PPN. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
30. |
PKP Belum Melakukan Penyerahan adalah PKP belum melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP, dan/atau ekspor JKP. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
31. |
Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah kantor pelayanan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, tempat PKP dikukuhkan, dan/ atau tern pat objek pajak PBB diadministrasikan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
32. |
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
33. |
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
34. |
Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena perolehan BKP dan/ atau perolehan JKP dan/ atau pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean dan/atau impor BKP. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
35. |
Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP, penyerahan JKP, ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidak berwujud, dan/ atau ekspor JKP. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
36. |
Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
37. |
lnformasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic maiij, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
38. |
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
39. |
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
40. |
Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
41. |
Surat Keputusan Pemberian lmbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPIB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
42. |
Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SKPPIB adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan Utang Pajak dan/ atau pajak yang akan terutang. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
43. |
Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga yang selanjutnya disingkat SPMIB adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
44. |
Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak yang selanjutnya disingkat SKPKPP adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
45. |
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan pengeluaran atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara berdasarkan SPMIB. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
46. |
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan pemeriksa pajak atas temuan pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
47. |
Arsip Data Komputer yang selanjutnya disingkat ADK adalah arsip data dalam bentuk softcopy yang disimpan dalam media penyimpanan digital. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
BAB II | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
PAJAK PENGHASILAN | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bagian Kesatu | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Persyaratan Subjek Pajak Orang Pribadi | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 2 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri merupakan orang pribadi WNI maupun WNAyang: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | bertempat tinggal di Indonesia; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
dalam suatu Tahun Pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan orang pribadi yang: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | bermukim di suatu tempat di Indonesia yang: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. | dikuasai atau dapat digunakan setiap saat; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | dimiliki, disewa, atau tersedia untuk digunakan; dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
bukan sebagai tempat persinggahan oleh orang pribadi tersebut; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
memiliki pusat kegiatan utama di Indonesia yang digunakan oleh orang pribadi sebagai pusat kegiatan atau urusan pribadi, sosial, ekonomi, dan/ atau keuangan di Indonesia; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di Indonesia, antara lain aktivitas yang menjadi kegemaran atau hobi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Jangka waktu 183 (seratus delapan puluh tiga) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan dengan menghitung lamanya subjek pajak orang pribadi berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, baik secara terus menerus atau terputus-putus dengan bagian dari hari dihitung penuh sebagai 1 (satu) hari. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Subjek pajak orang pribadi dianggap mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf c dapat dibuktikan dengan dokumen berupa: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP); | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Visa Tinggal Terbatas (VITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 ( seratus delapan puluh tiga) hari; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan masa berlaku lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
kontrak atau perjanjian untuk melakukan pekerjaan, usaha, atau kegiatan yang dilakukan di Indonesia selama lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. |
dokumen lain yang dapat menunjukkan niat untuk bertempat tinggal di Indonesia, seperti kontrak sewa tempat tinggal lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari atau dokumen yang menunjukkan pemindahan anggota keluarga. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 3 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Orang pribadi yang menjadi subjek pajak luar negen merupakan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan serta memenuhi persyaratan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
bertempat tinggal secara permanen di suatu tempat di luar Indonesia yang bukan merupakan tempat persinggahan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. |
memiliki pusat kegiatan utama yang menunjukkan keterikatan pribadi, ekonomi, dan/ atau sosial di luar Indonesia, yang dapat dibuktikan dengan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a) |
suam1 atau isteri, anak-anak, dan/ atau keluarga terdekat bertempat tinggal di luar Indonesia; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b) |
sumber penghasilan berasal dari luar Indonesia; dan/atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c) |
menjadi anggota orgamsas1 keagamaan, pendidikan, sosial, dan/ atau kemasyarakatan yang diakui oleh pemerintah negara setempat; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
memiliki tempat menjalankan kebiasaan atau kegiatan sehari-hari di luar Indonesia; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. |
menjadi subjek pajak dalam negen negara atau yurisdiksi lain; dan/ atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
5. | persyaratan tertentu lainnya. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1, angka 2, dan angka 3 dipenuhi secara berjenjang dengan ketentuan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
pemenuhan persyaratan bertempat tinggal di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
dalam hal WNI yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalamjangka waktu 12 (dua belas) bulan telah memenuhi persyaratan se bagaimana dimaksud pada persyaratan pusat kegiatan huruf a, pemenuhan utama dan tempat menjalankan kebiasaan di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 dan angka 3 tidak harus dipenuhi sepanjang WNI yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan bertempat tinggal atau bermukim di Indonesia se bagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
dalam hal yang bersangkutan memenuhi persyaratan bertempat tinggal di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 maupun bertempat tinggal atau bermukim di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a, ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak berlaku dan pemenuhan persyaratan dilanjutkan berdasarkan persyaratan pusat kegiatan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
dalam hal pemenuhan persyaratan dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dan WNI yang bersangkutan hanya memiliki pusat kegiatan utama di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2, pemenuhan persyaratan tempat menjalankan kebiasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 3 tidak harus dipenuhi; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. |
dalam hal yang bersangkutan memenuhi persyaratan bertempat tinggal dan pusat kegiatan utama di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 dan angka 2 sekaligus memenuhi persyaratan bertempat tinggal dan pusat kegiatan utama di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b, ketentuan se bagaimana dimaksud pada huruf d tidak berlaku dan pemenuhan persyaratan dilanjutkan berdasarkan persyaratan tern pat menjalankan kebiasaan di luar Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 3. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4 dan angka 5 merupakan persyaratan yang harus dipenuhi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Persyaratan status subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 4 terpenuhi dalam hal WNI menjadi subjek pajak dalam negeri negara atau yurisdiksi lain yang dapat dibuktikan dengan surat keterangan domisili atau dokumen lain yang menunjukkan status subjek pajak dari otoritas pajak negara atau yurisdiksi lain tersebut dengan ketentuan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | menggunakan bahasa Inggris; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | paling sedikit mencantumkan informasi mengenai: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. | nama WNI terse but; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | tanggal penerbitan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. | periode berlakunya; dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
4. |
nama dan ditandatangani atau diberi tanda setara dengan tanda tangan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kelaziman di negara atau yurisdiksi yang bersangkutan; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
periode sebagaimana dimaksud pada huruf b angka 3 berakhir paling lama 6 ( enam) bulan se belum permohonan penetapan status subjek pajak kepada Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Persyaratan tertentu lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 5 yaitu: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
telah menyelesaikan kewajiban perpajakan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selama WNI tersebut menjadi subjek pajak dalam negeri; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
telah memperoleh Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 4 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Untuk memperoleh surat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf b, WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c harus: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
menyampaikan permohonan penetapan status subjek pajak yang menyatakan bahwa WNI tersebut memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) huruf a; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
melampirkan dokumen yang dapat membuktikan pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) huruf a. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, permohonan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | secara langsung; atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak, berdasarkan hasil penelitian menerbitkan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dalam hal WNI telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
surat penolakan atas permohonan dalam hal WNI tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Dalam hal batas waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terlewati dan Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak belum memberikan keputusan, permohonan WNI dianggap diterima. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) |
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri dalamjangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlewati. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) | Ketentuan mengenai bentuk dokumen berupa: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Surat Keterangan WNI Memenuhi Persyaratan Menjadi Subjek Pajak Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
surat penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(8) |
Dalam hal di kemudian hari ditemukan data dan/ atau informasi bahwa kewajiban perpajakan belum atau belum sepenuhnya terpenuhi oleh WNI yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan ketetapan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Pasal 5 |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 5 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c diperlakukan sebagai orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2A Undang-Undang PPh dan menjadi subjek pajak luar negeri sejak meninggalkan Indonesia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
WNI yang pada saat akan meninggalkan Indonesia dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan memiliki niat untuk menjadi subjek pajak luar negeri berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), dapat mengajukan permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak nonefektif pada saat akan meninggalkan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak nonefektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Wajib Pajak melalui: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan yang berada di dalam wilayah kerja KPP tempat Wajib Pajak terdaftar; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Permohonan untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak nonefektif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen pendukung yang dapat membuktikan niat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kewajiban perpajakannya telah terpenuhi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap harus melengkapi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dalam hal telah secara nyata berada di luar Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dengan mengajukan permohonan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ( 1). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 6 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c dan Pasal 5 ayat (2) yang tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia tidak dikenai PPh di Indonesia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dalam hal WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia, penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku bagi subjek pajak luar negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Dalam hal WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) di kemudian hari diketahui secara nyata tidak memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c, ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) atau tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), terhadap WNI dimaksud: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | penetapan sebagai Wajib Pajak nonefektif menjadi batal; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | tetap merupakan subjek pajak dalam negeri; dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku bagi subjek pajak dalam negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Dalam hal terhadap WNI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdapat pemotongan PPh Pasal 26 Undang-Undang PPh sejak penetapan sebagai Wajib Pajak nonefektif hingga pembatalan sebagai Wajib Pajak nonefektif, PPh Pasal 26 dimaksud dapat dikreditkan dalam menghitung pajak terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bagian Kedua | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kriteria Keahlian Tertentu serta Tata Cara Pengenaan | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pajak Penghasilan bagi Warga Negara Asing | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 7 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Atas penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang PPh, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), WNA yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dengan ketentuan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | memiliki keahlian tertentu; dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
berlaku selama 4 (em pat) Tahun Pajak yang dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Termasuk dalam pengertian penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa penghasilan yang diterima atau diperoleh WNA sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan di Indonesia dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan di luar Indonesia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku terhadap WNA yang memanfaatkan P3B antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B tempat WNA memperoleh penghasilan dari luar Indonesia. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 8 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
WNA dengan keahlian tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a meliputi tenaga kerja asing yang menduduki pos jabatan tertentu dan peneliti asing. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
WNA dengan keahlian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja, wajib memenuhi persyaratan mengenai: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
penggunaan tenaga kerja asmg yang dapat menduduki pos jabatan tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintah di bidang ketenagakerjaan; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
peneliti asmg yang ditetapkan oleh menteri yang membidangi urusan pemerintah di bidang riset. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Kriteria keahlian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | berkewarganegaraan asing; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
memiliki keahlian di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/ atau matematika, yang dibuktikan dengan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
1. |
sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga yang telah ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia atau pemerintah negara asal tenaga kerja asing; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2. | ijazah pendidikan; dan/ atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3. |
pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
di bidang ilmu atau bidang kerja yang sesuai dengan bidang keahlian tersebut; dan |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | memiliki kewajiban untuk melakukan alih pengetahuan. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Ketentuan mengenai pos jabatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri lnl. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 9 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b dihitung sejak WNA pertama kali menjadi subjek pajak dalam negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dalam hal pada jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) WNA meninggalkan Indonesia, batas akhir jangka waktu tersebut tetap dihitung sejak WNA pertama kali menjadi subjek pajak dalam negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 10 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
WNA dapat memilih untuk dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di Indonesia atau memanfaatkan P3B antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra tempat WNA memperoleh penghasilan dari luar Indonesia. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 11 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
WNA yang memilih untuk dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum tersedia, permohonan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | secara langsung; atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Kepala KPP atas nama Direktur Jenderal Pajak, berdasarkan hasil penelitian menerbitkan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
surat persetujuan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terpenuhi; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
surat penolakan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, apabila persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tidak terpenuhi, dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) | Ketentuan mengenai bentuk dokumen berupa: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
surat persetujuan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
surat penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 12 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
WNA melaporkan penghasilan melalui Surat Pemberitahuan Tahunan atas: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia, jika diterbitkan surat persetujuan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf a; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia dan dari luar Indonesia, jika diterbitkan surat penolakan atas permohonan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) huruf b. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Sebelum melaporkan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), WNA melakukan penghitungan penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Ketentuan mengenai penghi tungan pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang di terima atau diperoleh dari Indonesia tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 13 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
WNA dengan keahlian tertentu yang telah menjadi subjek pajak dalam negeri sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dapat dikenai PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia sepanJang memenuhi persyaratan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
jangka waktu 4 (empat) Tahun Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b belum terlampaui; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disetujui, pengenaan PPh hanya atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dihitung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja · sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bagian Ketiga | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kriteria, Tata Cara, dan Jangka Waktu Tertentu untuk lnvestasi, | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Dividen | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
atau Penghasilan Lain yang Dikecualikan dari Objek Pajak, serta | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Perubahan Batasan Dividen yang Diinvestasikan | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Paragraf 1 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dividen yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 14 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dividen yang dikecualikan dari objek PPh merupakan Dividen yang berasal dari: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | dalam negeri; atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | luar negeri, | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak dalam negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 15 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dividen yang berasal dari dalam negeri se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dividen yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri dikecualikan dari objek PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 16 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dalam hal Dividen se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari jumlah Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Selisih dari Dividen yang diterima atau diperoleh dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 17 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikecualikan dari objek PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi kepemilikan saham. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 18 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negen yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf a dikecualikan dari objek PPh sebesar Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 19 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dalam hal Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 20 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Selisih dari Dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 21 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (2), Dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negen yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) huruf b, harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Laba Setelah Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diinvestasikan sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas Dividen tersebut sehubungan dengan penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Dividen se bagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang diinvestasikan setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas Dividen terse but sehubungan dengan penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UndangUndang PPh, Dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Dividen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Dividen yang berasal dari Laba Setelah Pajak mulai Tahun Pajak 2020, yang diterima atau diperoleh sejak tanggal 2 November 2020. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 22 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dalam hal Dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Atas selisih dari 30% (tiga puluh persen) Laba Setelah Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 UndangUndang PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Atas sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi dengan selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dikenai PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 23 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dalam hal Dividen se bagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, Dividen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan Dividen yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 24 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dividen yang dikecualikan dari objek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat ( 1) merupakan Dividen yang dibagikan berdasarkan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | rapat umum pemegang saham; atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Dividen interim sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Rapat umum pemegang saham atau Dividen interim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk rapat sejenis dan mekanisme pembagian Dividen sejenis. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Paragraf 2 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Penghasilan Lain yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 25 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Penghasilan lain yang dikecualikan dari objek PPh merupakan penghasilan lain yang berasal dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Penghasilan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri; atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Wajib Pajak dalam negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 26 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf a yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri harus diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu, paling sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari Laba Setelah Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 27 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dalam hal penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negen yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Selisih dari 30% (tiga puluh persen) Laba Setelah Pajak dikurangi dengan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atas selisih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenai PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 28 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dalam hal penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia lebih dari 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Laba Setelah Pajak, penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Sisa Laba Setelah Pajak dikurangi dengan penghasilan setelah pajak dari suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenai PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 29 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikecualikan dari objek PPh dengan syarat harus diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap harus memenuhi syarat: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | penghasilan berasal dari usaha aktif di luar negeri; dan | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
bukan penghasilan dari perusahaan yang dimiliki di luar negen. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penghasilan yang berasal dari luar negeri yang bersumber dari kegiatan usaha di luar negeri. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 30 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Dalam hal penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari jumlah penghasilan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diinvestasikan dikecualikan dari pengenaan PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Selisih dari penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dikurangi dengan penghasilan dari luar negeri tidak melalui bentuk usaha tetap yang diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai PPh berdasarkan Pasal 17 UndangUndang PPh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Paragraf 3 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kredit Pajak Luar Negeri | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 31 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri atas Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 atau penghasilan lain yang berasal dari luar negen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 yang dikecualikan dari objek PPh, berlaku ketentuan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | tidak dapat diperhitungkan dengan PPh yang terutang; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
tidak dapat dibebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan; dan/ atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
tidak dapat dimintakan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dalam hal Dividen yang berasal dari luar negeri atau penghasilan lain yang berasal dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak tidak seluruhnya diinvestasikan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, penghitungan kredit pajak atas pemotongan pajak di luar negeri dilakukan secara proporsional. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 32 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketentuan mengenai penghitungan atas pengecualian dari objek PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 19, Pasal 22, Pasal 27, dan Pasal 30 tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Paragraf 4 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kriteria, Tata Cara, dan Jangka Waktu Tertentu | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
untuk Investasi | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 33 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 17, Pasal 26, dan/ atau Pasal 29 harus memenuhi kriteria, tata cara, dan jangka waktu tertentu. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 34 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 17, Pasal 26, dan/ atau Pasal 29 dilakukan sesuai dengan kriteria bentuk investasi: |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
surat berharga Negara Republik Indonesia dan surat berharga syariah Negara Republik Indonesia; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
obligasi atau sukuk Badan Usaha Milik Negara yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
obligasi atau sukuk lembaga pembiayaan yang dimiliki oleh pemerintah yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
investasi keuangan pada bank perseps1 termasuk bank syariah; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. |
obligasi atau sukuk perusahaan swasta yang perdagangannya diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f. |
investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
g. |
investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
h. |
penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
i. |
penyertaan modal pada perusahaan yang sudah didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pemegang saham; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
j. | kerja sama dengan lembaga pengelola investasi; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
k. |
penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/ atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
l. |
bentuk investasi lainnya yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 35 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a sampai dengan huruf e dan huruf 1, ditempatkan pada instrumen investasi di pasar keuangan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | efek bersifat utang, termasuk medium term notes; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | sukuk; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. | saham; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. | unit penyertaan reksa dana; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. | ef ek beragun aset; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f. | unit penyertaan dana investasi real estat; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
g. | deposito; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
h. | tabungan; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
i. | giro; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
j. |
kon trak berj angka yang di perdagangkan di bursa berjangka di Indonesia; dan/ atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
k. |
instrumen investasi pasar keuangan lainnya termasuk produk asurans1 yang dikaitkan dengan investasi, perusahaan pembiayaan, dana pensiun, atau modal ventura, yang mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf f sampai dengan huruf k, ditempatkan pada instrumen investasi di luar pasar keuangan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
c. |
investasi pada properti dalam bentuk tanah dan/ atau bangunan yang didirikan di atasnya; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
d. |
investasi langsung pada perusahaan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
e. |
investasi pada logam mulia berbentuk emas batangan atau lantakan; |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
f. | kerja sama dengan lembaga pengelola investasi; | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
g. |
penggunaan untuk mendukung kegiatan usaha lainnya dalam bentuk penyaluran pinjaman bagi usaha mikro dan kecil di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah; dan/atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
h. |
bentuk investasi lainnya di luar pasar keuangan yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf d dilakukan melalui mekanisme penyertaan modal ke dalam perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Sektor yang menjadi prioritas pemerintah dalam investasi sektor riil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi sektor yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Properti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak termasuk properti yang mendapatkan subsidi dari pemerintah. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) |
Logam mulia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan emas batangan atau lantakan dengan kadar kemurnian 99,99% (sembilan puluh sembilan koma sembilan puluh sembilan persen). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(7) |
Emas batangan atau lantakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan emas yang diproduksi di Indonesia, dan mendapatkan akreditasi dan sertifikat dari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan/ atau London Bullion Market Association (LBMA). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 36 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan paling lambat: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | akhir bulan ketiga, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. | akhir bulan keempat, untuk Wajib Pajak badan, | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
setelah Tahun Pajak berakhir, untuk Tahun Pajak diterima atau diperolehnya Dividen atau penghasilan lain. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilakukan paling singkat selama 3 (tiga) Tahun Pajak terhitung sejak Tahun Pajak Dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak dapat dialihkan, kecuali ke dalam bentu,k investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Paragraf 5 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Tata Cara Pengecualian Pengenaan Pajak Penghasilan atas Dividen | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
atau Penghasilan Lain | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 37 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Pengecualian dari objek PPh atas Dividen yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a yang diterima atau diperoleh: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
Wajib Pajak orang pribadi dalam negen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1); atau |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
dilaksanakan dengan melaporkan Dividen yang berasal dari dalam negeri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Dividen yang berasal dari dalam negeri yang dikecualikan dari objek PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan pemotongan PPh oleh pemotong pajak tanpa Surat Keterangan Bebas. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Pengecualian dari objek PPh atas Dividen yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan melaporkan Dividen yang berasal dari luar negeri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 38 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pengecualian dari objek PPh atas penghasilan lain yang berasal dari luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilaksanakan dengan melaporkan penghasilan lain yang berasal dari luar negeri dalam Surat Pemberitahuan Tahunan sebagai penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 39 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Dividen atau penghasilan lain yang tidak memenuhi kriteria bentuk investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, danjangka waktu investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, terutang PPh saat Dividen atau penghasilan lain diterima atau diperoleh. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 40 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
PPh yang terutang atas Dividen yang berasal dari dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan/ atau Pasal 39, wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak Dividen diterima atau diperoleh. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pembayaran PPh yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan telah mendapat validasi dengan NTPN dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh sesuai dengan tanggal validasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 41 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(1) |
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Pasal 17 ayat (1), dan/atau Pasal 25 ayat (1) harus menyampaikan laporan realisasi investasi. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan laporan secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Dalam hal saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, penyampaian laporan dapat dilakukan secara tertulis dengan menyampaikan: |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. | secara langsung; atau | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
melalui pos atau perusahaan Jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Wajib Pajak harus menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
a. |
secara berkala paling lambat pada akhir bulan ketiga untuk Wajib Pajak orang pribadi atau akhir bulan keempat untuk Wajib Pajak badan setelah Tahun Pajak berakhir; dan |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
b. |
disampaikan sampai dengan tahun ketiga sejak Tahun Pajak diterima atau diperolehnya Dividen atau penghasilan lain. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Ketentuan mengenai bentuk dokumen berupa laporan realisasi investasi tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(6) |
Ketentuan mengenai penyampaian laporan tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 42 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 43 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 44 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 45 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 46 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 47 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 48 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 49 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 50 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 51 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 52 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 53 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 54 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 55 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 56 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 57 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 58 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 59 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 60 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 61 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 62 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 63 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 64 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 65 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 66 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 67 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 68 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 69 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 70 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 71 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 72 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 73 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 74 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 75 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 76 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 77 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 78 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 79 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 80 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 81 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 82 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 83 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 84 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 85 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 86 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 87 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 88 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 89 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 90 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 91 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 92 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 93 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 94 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 95 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 96 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 97 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 98 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 99 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 100 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 101 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 102 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 103 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 104 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 105 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 106 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 107 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 108 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 109 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 110 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 111 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 112 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 113 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 114 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 115 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 116 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 117 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 118 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Pasal 119 | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
|
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Februari 2021 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA |
|
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 153 |
Comments
Post a Comment
Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.