Batas Maksimum Kepemilikkan Tanah Orang Pribadi di Indonesia

 

Batas Maksimum, Tanah

Dasar Hukum ; Peraturan Permerintah Nomor 40 tahun 1996, tentang Hank guna usaha, Hak guna bangunan, Hak pakai atas tanah.

Arti hak guna, adalah Tanah Negara yang di usahakan / diijinkan di gunakan oleh orang pribadi WNI  atau perusahaan berkedudukan di Indonesia.

Tanah, batas pemakaian Hak atas tanah paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjak maksimal  25 tahun , dan masih dapat diperpanjang melalui  pembaharuan Hak Guna Usaha. (Bagian ke empat pasal 8 ayat 1 dan 2, PP nonor 40 tahun 1996)

Minimum Hak usaha atas tanah 5 Ha dan Max 25 Ha unk Orang Pribadi dan untuk badan Usaha ditetapka oleh Mentri sesuai kebutuhan usahanya.

Bangunan , batas hak 30 thn dan dapat diperpanjang maksimal  20 Tahun ( Bagian keempat  jangka waktu hak guna bangunan pasal 25 ayat 1 dan 2) dan dapat diperbaharui sesuai pasal 26 dan 27)

Hak pakai atas Tanah, (Bagian ke empat pasal 45)

Paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun

Hukum proeprti di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UU Agraria“)

Hak atas Tanah

Dalam UU Agraria diatur beberapa hak atas tanah yaitu sebagai berikut:

1.    Hak Milik;

2.    Hak Guna Bangunan;

3.    Hak Guna Usaha;

4.    Hak Pakai;

5.    Hak Sewa.

Selain itu, berdasarkan peraturan pelaksana UU Agraria, terdapat juga Hak Pengelolaan, yaitu hak yang secara khusus diberikan kepada instansi pemerintah atau perusahaan milik pemerintah sehingga dapat mengelola dan menentukan peruntukan tanah di wilayahnya.

Hak Milik adalah hak terkuat atas tanah. Untuk tanah dengan alas hak ini dapat digunakan untuk lahan tempat tinggal maupun fungsi komersial. Namun, tanah dengan alas hak ini secara umum digunakan untuk lahan tempat tinggal. Hak ini memiliki jangka waktu kepemilikan yang tidak terbatas.

Hak Guna Bangunan adalah hak untuk membangun dan memiliki bangunan yang dibangun di atas tanah. Hak ini diberikan untuk jangka waktu maksimum 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu selama 20 (dua puluh) tahun.

Hak Guna Usaha umumnya dimintakan untuk area yang akan digunakan untuk kawasan perkebunan, perikanan maupun peternakan.

Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau mengolah tanah yang dimiliki oleh Negara atau pihak lain.

Berdasarkan peraturan pelaksanaan UU Agraria, hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu maksimum 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang selama 25 (dua puluh lima) tahun. Hak Pakai ini dapat diberikan untuk jangka waktu yang tidak terbatas dengan tujuan tertentu misalnya diberikan Hak Pakai untuk perwakilan kedutaan asing di Indonesia.

Baca Juga : HP RAM 8GB TERBARU

 

PERHATIKAN STATUS TANAH SEBELUM BELI TANAH

Setiap orang yang memiliki tanah atau rumah tentunya ingin mendapatkan kepastian hukum untuk tanah yang dimilikinya. Akan sangat berguna untuk mengetahui berbagai status tanah/ lahan, misalnya bila kita akan membeli sebuah property tanah atau rumah. Demikian pula saat akan membangun rumah, tentunya diperlukan IMB. Untuk mengurus IMB, harus ada sertifikat tanahnya, entah SHM atau SHGB. Terdapat beberapa macam status tanah, sebelum membeli, pastikan kita mengerti status tanah tersebut agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Masalah yang bisa terjadi berkaitan dengan status tanah adalah; setelah terjadi pembelian, ternyata status tanah berbeda dari yang disebutkan oleh penjual. Cara untuk mengetahui status tanah, salah satunya adalah dengan meminta bantuan notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) untuk mengecek status tanah tersebut. Adalah langkah bijak untuk mengetahui lebih dahulu status tanah meskipun kita harus mengeluarkan dana untuk menyewa jasa notaris.

Girik.

Girik sebenarnya bukan sertifikat, tapi adalah surat tanda pembayaran pajak atas lahan, yang merupakan bukti bahwa seseorang menguasai sebidang tanah tersebut. Girik tidak kuat status hukumnya seperti sertifikat, tetapi girik bisa dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah.

 Baca Juga : Laptop Harga kurang dari 5 juta

Sertifikat Hak Milik (SHM)

Sertifikat Hak Milik adalah jenis sertifikat yang pemiliknya memiliki hak penuh atas kepemilikan tanah pada kawasan dengan luas tertentu yang telah disebutkan dalam sertifikat tersebut].

Status SHM adalah status yang paling kuat untuk kepemilikan lahan karena disini, lahan sudah menjadi milik seseorang tanpa campur tangan ataupun kemungkinan pemilikan pihak lain. Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti Sertifikat hak Guna Bangunan. Melalui sertifikat ini, pemilik bisa menggunakannya sebagai bukti kuat atas kepemilikan tanah, dengan kata lain, bila terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum. Sertifikat Hak Milik juga bisa menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual beli, atau juga jaminan kredit. Proses mendapatkan sertifikat tanah melalui notaris/PPAT agar diuruskan ke BPN, dimana notaris lebih mengetahui seluk beluk dan syarat pembuatan seritifikat tanah. Syarat masing-masing berbeda bila tanah tersebut tanah hibah atau jual beli, tanah adat, tanah lelang, dan sebagainya.

Sertifikat Hak Guna

Sertifikat Hak Guna Bangunan adalah jenis sertifikat dimana pemegang sertifikat hanya bisa memanfaatkan tanah tersebut baik untuk mendirikan bangunan atau untuk keperluan lain, sedang kepemilikan tanah adalah milik negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan mempunyai batas waktu tertentu misalnya 20 tahun. Setelah melewati batas 20 tahun, maka pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB-nya. Berbeda dengan Sertifikat Hak Milik yang kepemilikannya hanya untuk WNI.

Sertifikat Hak guna ini bisa digunakan untuk batas 20 tahun yang bisa diperpanjang lagi.

 

PERHATIKAN STATUS TANAH SEBELUM BELI RUMAH.

anah perumahan yang dikembangkan developer umumnya berasal dari banyak pemilik. Karena itu statusnya juga beraneka. Ada yang baru girik, ada yang sudah HGB (SHGB) dan hak milik (SHM), ada yang bahkan tidak dilengkapi dokumen. Setelah dibeli semua tanah itu disertifikatkan atas nama developer dengan status HGB. Inilah yang disebut sertifikat induk.

Saat tanah dikaveling-kaveling dan dipasarkan berikut bangunan, sertifikat induk itu dipecah atas nama konsumen, juga dengan status HGB. Dalam praktik SHGB bersama dokumen lain seperti IMB dan akta jual beli (AJB), diterima bank dari developer dalam 12 bulan sejak konsumen melunasi bea balik nama (BBN). Jadi, bila mengambil KPR berjangka dua tahun, bank bisa langsung menyerahkan sertifikat begitu kredit lunas.

Tapi, ada saja masalah yang membuat sertifikat belum bisa dipecah dan diserahkan developer ke bank. Misalnya, untuk menghemat biaya, pengurusan sertifikat dilakukan sekaligus setelah satu tahap pengembangan selesai melalui oknum kantor pertanahan dan bukan notaris/PPAT.

Sebelum rampung si oknum dimutasi ke bagian lain, sehingga data-data dan dokumen konsumen yang sudah diserahkan developer berceceran. Akibatnya, pengurusan harus diulang melalui oknum pejabat yang baru. Pemecahan sertifikat pun tertunda.

Direktur Utama PT Laguna Cipta Griya Alwi Bagir Mulachela menerangkan, hanya konsumen yang telah melunasi kewajibannya saja yang bisa memperoleh sertifikat. Setelah semua kewajiban dilunasi, secara otomatis bank yang memberikan kredit perumahan akan memberikan sertifikat tersebut kepada konsumen.

Namun sertifikat yang diberikan baru memiliki status hak guna bangunan. Ini karena sertifikat belum berganti nama kepada konsumen. Untuk memiliki sertifikat milik, konsumen harus mendatangi Badan Pertanahan Nasional (BPN). "Setelah disetujui barulah konsumen akan mendapatkan sertifikat milik," terangnya.

Sebenarnya setelah konsumen sepakat melakukan akitivitas jual-beli dengan pengembang, tidak lagi ada lagi kewajiban bagi pengembang untuk mengurus persoalan tersebut. Karena tanah dan bangunan tersebut telah dimiliki konsumen. Kalau konsumen mempergunakan jalur KPR untuk membayar rumah yang dibelinya, maka bank akan menyimpan sertifikat tersebut.

Bila konsumen langsung membayar lunas, tentunya pengembang akan langsung memberikan sertifikat tersebut kepada konsumen. Kalau dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pengembang belum menyerahkan sertifikat. Berarti, pengembang telah melanggar kewajibannya.

saat hendak membangun proyek di sebuah tempat, biasanya pengembang membebaskan berbagai jenis status lahan. Ada yang berstatus girik, tidak sertifikat, dan bahkan ada yang telah besertifikat. Setelah dibebaskan pengembang kemudian mengurus sertifikat tanah yang dibelinya ke BPN. Semuanya digabung dalam satu sertifikat sesuai dengan kegunaan masing-masing lahan. Misalkan saja ada yang diperuntukan untuk fasos, fasum dan perumahan itu sendiri.

Serfitikat yang dimiliki pengembang tersebut biasa disebut sertifikat induk. Jenis sertifikat biasanya adalah guna bangunan. Ini karena ketika mendaftar, pengembang mempergunakan bada hukum. Namun ketika konsumen membeli rumah, sertifikat tersebut dipecah lagi sesuai dengan kepemilikannya.

Tentunya ketika sebuah rumah dibeli konsumen, maka kepemilikannya juga akan berubah. Ketika hendak merubah status sertifikatnya, maka konsumen tidak lagi berhubungan dengan pengembang. Melainkan langsung berhubungan ke BPN. "Kalau membeli rumah melalui KPR, pengembang biasanya telah memecah sertifikatnya. Kalau tidak, perbankan tidak akan mau," jelasnya.

Hanya saja dia berharap pada masa depan, BPN lebih berpihak bagi pengembang yang membangun Rs Sehat. Diantaranya dengan meminimalkan biaya yang dikeluarkan pengembang dalam proses pengajuan sertifikat atau memecah sertifikat. Sebab selama ini, biaya yang dikenakan kepada pengembang yang membangun Rs Sehat dengan perumahan sederhana tidak jauh berbeda.

Dalam kesempatan itu, dia berharap, agar konsumen terlebih dahulu mempertanyakan legalitas perijinan atas rumah yang akan dibeli, baik izin lokasi pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan maupun ijin-ijin lainnya kepada pengembang. Setelah itu, konfirmasi informasi perijinan yang disampaikan pengembang kepada pemerintah

setempat dan perjelas apakah lokasi perumahan yang akan dibeli peruntukan lahannya sesuai dengan tata ruang tata wilayah yang ditetapkan pemerintah setempat.

Sementara Deputi Pengaturan dan Penataan Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Yuswanda Arsyad Temenggung menjelaskan, pihaknya telah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) dalam memecah sertifikat yang dimiliki pengembang. Proses yang dilakukan pengembang dalam memecah sertifikatpun tidak ada yang istimewa.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengajukan pemecahan sertifikat adalah, pemohon harus menyertai alasan Pemecahan tersebut. Identitas diri pemohon dan atau kuasanya (fotocopy KTP). Sertipikat Hak Atas Tanah asli. Khusus bagi pengembang, harus juga menyertakan Site Plan kawasan pembangunan perumahannya.

Biaya yang diperlukan untuk kepentingan itu adalah Rp25.000,- dikalikan banyaknya sertipikat pemecahan yang diterbitkan. Sedangkan waktu yang diperlukan hanyalah tujuh hari kerja sama dengan satu bidang di luar waktu Pengukuran. Satu hari kerja sama dengan delapan jam.

Sedangkan bagi masyarakat yang hendak merubah status sertifikatnya dari hak guna bangunan menjadi hak milik, yang harus dilakukan adalah mengajukan surat Permohonan perubahan hak. Disertai dengan identitas diri pemegang hak dan atau kuasanya dan dilegalisir pejabat yang berwenang. Biaya yang dikenakan hanya Rp50.000, dan membutuhkan waktu maksimal 10 hari kerja. (Seputar Indonesia)

 

Baca Juga : Smart TV Termurah di masa kini

TANAH GIRIK

Sebelum kita membahas mengenai tata cara pensertifikatan tanah girik, saya merasa perlu untuk menjelaskan, apa itu tanah girik. Tanah girik adalah istilah populer dari tanah adat atau tanah-tanah lain yang belum di konversi menjadi salah satu tanah hak tertentu (Hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak guna usaha) dan belum didaftarkan atau di sertifikat kan pada Kantor Pertanahan setempat. Sebutannya bisa bermacam2, antara lain: girik, petok D, rincik, ketitir, dll

Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan dari tangan ke tangan, dimana semula bisa berbentuk tanah yang sangat luas, dan kemudian di bagi2 atau dipecah2 menjadi beberapa bidang tanah yang lebih kecil. Peralihan hak atas tanah girik tersebut biasanya dilakukan di hadapan Lurah atau kepala desa. Namun demikian, banyak juga yang hanya dilakukan berdasarkan kepercayaan dari para pihak saja, sehingga tidak ada surat-surat apapun yang dapat digunakan untuk menelusui kepemilikannya.

Pensertifikatan tanah girik tersebut dalam istilah Hukum tanah disebut sebagai Pendaftaran Tanah Pertama kali . Pendaftaran tanah untuk pertama kalinya untuk TANAH GARAPAN, dalam prakteknya prosesnya dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Mendapatkan surat rekomendasi dari lurah/camat perihal tanah yang bersangkutan2. Pembuatan surat tidak sengketa dari RT/RW/LURAH3. Dilakukan tinjau lokasi dan pengukuran tanah oleh kantor pertanahan4. Penerbitan Gambar Situasi baru5. Pembayaran Bea Perolehan Hak Atas tanah dan bangunan sesuai dengan luas yang tercantum dalam Gambar Situasi6. Proses pertimbangan pada panitia A7. Penerbitan SK Pemilikan tanah (SKPT)8. Pembayaran Uang pemasukan ke negara (SPS)9. Penerbitan Sertifikat tanah.

 

Baca Juga :

 


 



Comments