Cara Menghitung Uang Tebusan Tax Amnesty


  1. Bagaimana cara menghitung uang tebusan yang harus dibayar?

    Jawaban:

    Uang tebusan dihitung dengan mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Uang Tebusan yaitu nilai Harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir.

    Besarnya Dasar Pengenaan Uang Tebusan adalah Harta tambahan yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Terakhir dikurangi dengan utang yang terkait dengan perolehan Harta tambahan tersebut.

    TABEL TARIF UANG TEBUSAN

    No.

    Periode Penyampaian Surat Pernyataan

    Tarif Uang Tebusan

    Harta di Dalam Negeri/
    Harta Yang dialihkan ke Dalam Negeri

    Harta di Luar Negeri
    yang tidak dialihkan ke Dalam Negeri

    Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4,8M (UMKM)

    Nilai Harta ≤Rp10M

    Nilai Harta >Rp10M

    1.

    Juli 2016 s.d 30 September 2016

    2%

    4%

    0,5%

    2%

    2.

    1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016

    3%

    6%

    3.

    1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017

    5%

    10%

  2. Bagaimana pengenaan tarif uang tebusan bagi WP yang melakukan penyampaian surat pernyataan kedua atau ketiga dimana dalam surat pernyataan tersebut Wajib Pajak yang semula menyatakan repatriasi menjadi deklarasi luar negeri atau yang semula menyatakan tidak akan megalihkan Harta di dalam negeri ke luar negeri menjadi melakukan pengalihan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang dari 3 tahun?

    Jawaban:

    No.

    Pengungkapan

    Surat pernyataan disampaikan bulan ke-1 s.d. ke-3

    Surat pernyataan disampaikan bulan ke-4 s.d. 31 Des 2016

    Surat pernyataan disampaikan 1 Jan 2017 s.d. 31 Maret 2017

    A.

    WP yang pada Surat Pernyataan kedua atau ketiganya mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi tidak mengalihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu yang ditentukan.

    (repatriasi menjadi deklarasi luar negeri)

    4%

    6%

    10%

    B.

    WP yang pada Surat Pernyataan kedua atau ketiganya mengungkapkan perubahan penghitungan Uang Tebusan karena Wajib Pajak melakukan perubahan dari semula menyatakan tidak akan mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jangka waktu kurang dari 3 tahun.


    (deklarasi dalam negeri menjadi deklarasi luar negeri)

  3. Berapa maksimal utang yang boleh dijadikan pengurang dalam menentukan nilai harta bersih sebegai dasar pengenaan uang tebusan?

    Jawaban:

    Untuk penghitungan dasar pengenaan Uang Tebusan, besarnya nilai Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta tambahan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta bagi:

    1. Wajib Pajak Badan paling banyak sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai Harta tambahan; atau
    2. Wajib Pajak Orang Pribadi paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari nilai Harta tambahan.
  4. Apakah harta dan utang diperbolehkan dinilai dalam mata uang asing (selain Rupiah)?

    Jawaban:

    Tidak boleh, untuk Harta dan utang dalam mata uang asing harus dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah.

  5. Bagaimana cara mengkonversi nilai harta yang menggunakan mata uang asing menjadi mata uang Rupiah?

    Jawaban:

    1. Harta dan utang dalam bentuk mata uang valuta asing bagi Wajib Pajak yang diijinkan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan menggunakan mata uang asing, nilai harta dan utang harus ditentukan dengan nilai mata uang Rupiah berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun buku sesuai dengan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir.
    2. dalam hal Nilai Harta tambahan yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilanmenggunakan mata uang asing, Nilai harta tersebut ditentukan dalam mata uang Rupiah berdasarkan nilai nominal untuk Harta berupa kas atau nilai wajar untuk Harta selain kas pada akhir Tahun Pajak terakhir berdasarkan kurs yang ditetapkan oleh Menteri untuk keperluan penghitungan pajak pada tanggal akhir tahun terakhir.
  6. Apa yang dimaksud dengan nilai wajar untuk menentukan nilai harta tambahan selain kas?

    Jawaban:

    Yang dimaksud dengan nilai wajar adalah nilai yang menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak. Nilai Wajar dimaksud dicatat sebagai harga perolehan Harta yang dilaporkan paling lambat pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2017.

  7. Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan hartanya berupa saham dengan nilai per 31 Desember 2015, ternyata 10 hari kemudian nilainya naik. Bagaimana penentuan nilai harta dalam Surat Pernyataan?

    Jawaban:

    Nilai harta yang diungkapkan Wajib Pajak adalah nilai pada akhir Tahun Pajak Terakhir.

  8. Apakah nilai wajar tersebut harus berdasarkan nilai wajar menurut Kantor Jasa Penilai Publik?

    Jawaban:

    Tidak perlu, cukup berdasarkan penilaian Wajib Pajak secara self assessment.

  9. Apakah pembayaran uang tebusan dapat diangsur atau dicicil?

    Jawaban:

    Tidak dapat dicicil. Pembayaran uang tebusan harus dilakukan dengan lunas sesuai dengan tarif yang berlaku pada periode pelaporan sebelum Surat Pernyataan disampaikan.

  10. Bagaimana jika berdasarkan Surat Pernyataan kedua atau ketiga yang disampaikan oleh Wajib Pajak terdapat kelebihan pembayaran uang tebusan?

    Jawaban:

    WP dapat menyampaikan surat pernyataan pengampunan pajak yang kedua atau ketiga, sehingga dasar pengenaan Uang Tebusan dalam Surat Pernyataan kedua atau ketiga tersebut memperhitungkan dasar pengenaan Uang Tebusan yang telah dicantumkan dalam Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya. Dan dalam hal terdapat kelebihan pembayaran Uang Tebusan yang disebabkan oleh disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga, maka atas kelebihan pembayaran dimaksud harus dikembalikan dan/atau diperhitungkan dengan kewajiban perpajakan lainnya dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung disampaikannya Surat Pernyataan kedua atau ketiga dimaksud.

  11. Bagaimana jika pada saat pembayaran uang tebusan, Wajib Pajak salah mencantumkan Kode Akun Pajak atau Kode Jenis Setoran pada Surat Setoran Pajak (SSP)?

    Jawaban:

    Jika terjadi demikian, maka dapat mengajukan permohonan pemindahbukuan ke KPP Wajib Pajak terdaftar.

  12. Apakah Karyawan atau dokter bisa menggunakan tarif UMKM?

    Jawaban:

    Yang dapat memanfaatkan tarif Pasal 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha s.d Rp4.8 miliar pada Tahun Pajak terakhir dan tidak menerima penghasilan tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan / atau pekerjaan bebas.

    Dengan demikian karyawan, dokter harus menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) UU Pengampunan Pajak yaitu 2%, 3%, atau 5% tergantung masa penyampaian Surat Pernyataan.

  13. Wajib Pajak bergerak di bidang penjualan ATK memilki peredaran usaha senilai Rp.3,5 miliar dan penghasilan dari sewa bangunan sebesar Rp.2 miliar. WP belum pernah menyampaikan SPT PPh Terakhir. Apakah Wajib Pajak berhak mendapatkan tarif Pasal 4 ayat (3) dalam UU Pengampunan Pajak?

    Jawaban:

    Dalam hal dalam mendapatkan penghasilan dari sewa tersebut, WP melakukan usaha aktif untuk mengelolanya (misalnya melakukan perawatan rutin, usaha aktif mengiklankan, atau bangunan tersebut memang ditujukan untuk disewakan) maka peredaran usaha dari Wajib Pajak adalah sebesar Rp. 5,5 miliar rupiah.

  14. Tn B pada tahun 2015 memiliki usaha toko material dengan peredaran usaha senilai Rp.1,5 miliar rupiah dan usaha jual beli tanah dengan omset senilai 10 miliar rupiah. Tn B belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan Rp.4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016?

    Jawaban:

    Yang menjadi dasar peredaran usaha adalah peredaran usaha dari toko material senilai Rp.1,5 miliar ditambah usaha jual beli tanah sebesar 10 miliar, sehingga Wajib Pajak tidak berhak menggunakan tarif 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.

  15. Ny A pada tahun 2015 menerima:

    • penghasilan dari usaha salon kecantikan senilai Rp.300 juta
    • penghasilan usaha katering Rp.150 juta
    • menerima warisan dua bidang tanah senilai Rp.4 miliar dan Rp.7 miliar rupiah. (Atas tanah Rp.4 miliar dijual dan mendapatkan penghasilan senilai Rp.5,3 miliar)

    Ny A belum pernah melaporkan harta warisan dan belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan Rp.4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016. Tarif uang tebusan manakah yang dikenakan?

    Jawaban:

    Yang menjadi dasar peredaran usaha adalah peredaran usaha dari usaha salon kencantikan dan usaha katering, dengan total senilai Rp.450 juta, sehingga Wajib Pajak berhak atas tarif Pasal 4 ayat (3) UU huruf b Pengampunan Pajak.

  16. Wajib Pajak Orang Pribadi memiliki peredaran usaha dari bengkel sebesar Rp.4 miliar, penghasilan dari warisan Rp.1 miliar, dan penghasilan dari bunga deposito senilai Rp.10 juta rupiah. WP belum menyampaikan SPT Terakhir. Manakah yang menjadi dasar penentuan besarnya peredaran usaha sampai dengan Rp.4,8 miliar sebagaimana dimaksud Pasal 11 PMK Nomor 118/PMK.03/2016?.

    Jawaban:

    Yang menjadi dasar peredaran usaha adalah peredaran usaha dari bengkel sebesar Rp.4 miliar, sehingga Wajib Pajak berhak atas tarif Pasal 4 ayat (3) UU Pengampunan Pajak.

Comments