DEVIDENT DALAM AKUNTANSI

DEVIDENT
apabila perusahaan mendapatkan pembagian dividen atas penyertaannya berupa dividen saham, apakah ada kewajiban pajak atas penerimaan dividen saham tersebut?
tetap terhutang pph ps 23 / 26 kecuali yang termasuk dalam kategori tidak termasuk objek pajak sesuai dengan psl 4 ayat 3
Sesuai dengan SE-22/PJ.41/1993 tentang Pemanfaatan Data Penyertaan Modal Yang Berasal dariKapitalisasi Laba yang Ditahan,
I. Yang dimaksud dengan kapitalisasi laba yang ditahan adalah pemindahan jumlah laba yang ditahan menjadi modal, yang kemudian dibagikan kepada para pemegang saham dengan cara pencatatan tambahan modal atau pemberian saham bonus.
Saham bonus semacam ini dinamakan saham dividen dan merupakan objek Pajak Penghasilan dan PPh Pasal 23/26.

Dan berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat (3) huruf f, maka Dividen yang diterima oleh perusahaan yang memenuhi syarat yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f tsb Bukan Merupakan Objek Pajak Penghasilan.
JOURNAL
Saat Pengumuman
Devident saham (db), Devident saham bonus (Cr)
Saat dibagikan
            Devident Saham bonus (Db), Modal saham (Cr)


JENIS-JENIS DEVIDENT
  1. Cash Dividen ialah dividen yg diberikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Pada waktu rapat pemegang saham perusahaan memutuskan bahwa sejumlah tertentu dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividen (M. Munandar 1983: 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yg nama tercatat dalam daftar pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh perusahaan sendiri atau melalui pihak lain umpama bank. Cara yg kedua biasa yg dipilih perusahaan krn bank mempunyai banyak cabang sehingga memudahkan pemegang saham yg mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Arief Suaidi 1994: 230). Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat pengumuman ada dividen kas adl apakah jumlah kas yg ada mencukupi utk pembagian dividen tersebut.
  2. Script Dividen adl suatu surat tanda kesediaan membayar sejumlah uang tertentu yg diberikan perusahaan kepada para pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dgn dibayarkan uang tersebut kepada yg berhak. Script dividen seperti ini biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan belum (tidak) mempunyai persediaan uang cash yg cukup utk membayar dividen cash (Arief Suaidi 1994: 231).
  3. Property Dividen adl dividen yg diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk barang-barang (tak berupa uang tunai ataupun (modal) saham perusahaan). Contoh dividen barang adl dividen berupa persediaan atau saham yg meru pakan investasi perusahaan pada perusahaan lain. Pembagian dividen berupa barang sudah barang tentu lbh sulit dibanding pembagian dividen uang. Perusahaan melakukan krn uang tunai perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau persediaan dan pen­jualan investasi atau persediaan terutama bila jumlah cukup banyak akan me nyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan turun sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri (Arief Suaidi 1994 : 233).
  4. Liquidating Dividen adl dividen yg dibayarkan kepada para pemegang saham dimana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan sebagai pembayaran bagian laba (Cash Dividen) sedangkan sebagian lagi dimaksudkan sebagai pengembalian modal yg ditanamkan (diinvestasikan) oleh para pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (M. Munandar 1983: 314).
  5. Stock Dividen adl dividen yg diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk saham-saham yg dikeluarkan oleh perusahaan itu sendiri (M. Munandar 1983: 314). Di Indonesia saham yg dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yg lbh banyak setelah menerima Stock Dividen. Dividen saham dapat berupa saham yg jenis sama maupun yg jenis berbeda.
Pengertian Dividen
Pengertian atau definisi dividen menurut Pajak Penghasilan terdapat dalam penjelasan Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh). Di bagian tersebut ditegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi. Ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen juga adalah:
  1. pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
  2. pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
  3. pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
  4. pembagian laba dalam bentuk saham;
  5. pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
  6. jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
  7. pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
  8. pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
  9. bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
  10. bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
  11. pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
  12. pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Nampak sekali bahwa pengertian dividen ini sifatnya sangat luas tidak terbatas pada pembagian dividen yang sifatnya formal saja. Apalagi di bagian terakhir penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g ini juga ditambahkan pengertian dividen terselubung yang pada intinya ada pembagian laba namun mengambil bentuk lain supaya tidak terlihat seperti dividen.
 Contoh dividen terselubung misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.  
Saham Bonus
Pembagian laba dalam bentuk saham bonus termasuk dalam pengertian dividen. Namun demikian, tidak semua saham bonus merupakan dividen. Nah, saham bonus yang bukan dividen ini dijelaskan di Pasal 1 Peraturan Pemerintah Tahun 138 Tahun 200.
 Dalam menghitung penghasilan berupa dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-undang Pajak Penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari :
  1. Kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal/membeli saham di atas     harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan
  2. Kapitalisasi selisih lebih revaluasi aktiva tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan.
Dividen Yang Bukan Objek pajak
Pada umumnya semua penghasilan berupa dividen yang memenuhi pengertian dividen di atas adalah objek Pajak Penghasilan. Namun demikian, UU PPh memberikan pengecualian dividen tertentu bukan objek pajak. Penghasilan dividen dikatakan bukan objek pajak jika memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f, yaitu :
  1. diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
  2. berasal dari cadangan laba yang ditahan
  3. bagi perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut
Berdasarkan ketentuan ini, dividen yang dananya berasal dari laba setelah dikurangi pajak dan diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, dan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dari penyertaannya pada badan usaha lainnya yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia, dengan penyertaan sekurang-kurangnya 25% (dua puluh lima persen), dan penerima dividen tersebut memperoleh penghasilan dari usaha riil di luar penghasilan yang berasal dari penyertaan tersebut, tidak termasuk Objek Pajak. Yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dalam ayat ini antara lain adalah perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, bank pembangunan daerah, dan Pertamina.
Perlu ditegaskan bahwa dalam hal penerima dividen atau bagian laba adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di atas, seperti  orang  pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya, maka penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan Objek Pajak.
 Dividen lain yang bukan objek pajak adalah bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi sebagimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf i. 
Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 23
Apabila Wajib Pajak Dalam Negeri, baik orang pribadi maupun badan, menerima atau memperoleh dividen, maka atas penghasilan dividen tersebut dipotong Pajak Penghasilan Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 UU PPh ayat (1) huruf a UU PPh.
Namun demikian, kalau dividen tersebut memenuhi syarat dividen yang bukan objek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) huruf f dan huruf i, tentu saja dividen ini tidak dipotong PPh Pasal 23 karena bukan objek pajak.
 Di samping itu, ada juga dividen, walaupun memenuhi definisi dividen yang objek pajak, namun tidak dipotong PPh Pasal 23. Dividen ini adalah sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan lepada anggotanya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 23 ayat (4) UU PPh. 
Dividen Sebagai Objek Pemotongan PPh Pasal 26
Jika penghasilan dividen yang bersumber dari Indonesia diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri, maka atas penghasilan dividen tersebut wajib dipotong PPh Pasal 26 oleh fihak yang membayarkan. Besarnya tarif PPh Pasal 26 ini adalah 20% dari penghasilan bruto. Namun demikian, apabila penerima dividen ini adalah penduduk dari negara yang mempunyai perjanjian perpajakan dengan Indonesia, maka tarif yang dikenakan adalah tarif sesuai dengan tax treaty.
AKUNTANSI  DEVIDENT SAHAM
Distribusi sebagian keuntungan perusahaan dalam bentuk saham kepada para pemegang saham dinamakan sebagai deviden saham. Seperti yang telah disebutkan di atas, pada umumnya deviden saham dibagikan dalam bentuk saham biasa dan diterbitkan kepada para pemegang saham biasa. 
Efek dari deviden saham terhadap laporan keuangan investee (perusahaan yang membagikan deviden) adalah mengurangi laba ditahan dan menambah modal disetor. Akan tetapi, tidak seperti deviden tunai, deviden saham tidak akan mempengaruhi total aktiva, total kewajiban, maupun jumlah modal pemegang saham. Total aktiva tidak terpengaruh oleh karena tidak ada pembayaran kas (aktiva) dalam pembagian deviden saham. Demikian juga, jumlah modal pemegang saham tidak terpengaruh oleh karena besarnya penurunan laba ditahan sebanding dengan besarnya peningkatan modal disetor. Ingat kembali bahwa modal disetor (modal saham dan tambahan modal disetor) serta laba ditahan merupakan komponen dari jumlah modal pemegang saham. Jumlah yang ditransfer dari laba ditahan ke modal disetor umumnya adalah nilai pasar wajar dari saham yang diterbitkan dalam deviden saham. 
Pengumuman deviden saham akan dicatat dalam jurnal dengan cara mendebet akun deviden saham (sebesar nilai pasar wajar saat ini dari saham yang akan dibagikan atau diterbitkan nantinya) dan mengkredit akun deviden saham yang dapat dibagikan/stock dividends distributable (sebesar nilai pari dari saham yang akan diterbitkan). Yang dimaksud dengan nilai pasar wajar saat ini adalah harga pasar saham pada saat deviden saham diumumkan (bukan harga pasar pada saat deviden saham dibagikan). Selisih atau kelebihan nilai pasar di atas nilai pari akan dicatat dalam jurnal dengan cara mengkredit akun “modal disetor dalam kelebihan di atas nilai pari (paid-in capital in excess of par)” sebagai tambahan modal disetor. Deviden saham yang dapat dibagikan (stock dividends distributable) merupakan akun sementara dari akun saham biasa, dimana akun ini akan dilaporkan di neraca (bagian modal pemegang saham) sebesar nilai pari dari saham biasa yang nantinya akan diterbitkan. Sama halnya dengan akun saham biasa, akun deviden saham yang dapat dibagikan juga merupakan komponen modal disetor, yaitu modal saham. Nantinya (pada saat deviden saham dibagikan), akun deviden saham yang dapat dibagikan akan direklas dengan cara mendebet akun tersebut dan mengkredit akun saham biasa. 
Pada akhir periode akuntansi (sama seperti deviden tunai), ayat jurnal penutup juga akan dibuat untuk mentransfer saldo akun deviden saham ke laba ditahan, yaitu dengan cara mendebet akun laba ditahan dan mengkredit akun deviden saham.
 
Begitu sertifikat saham biasa diterbitkan, akun deviden saham yang dapat dibagikan direklas (dihapus) dengan cara mendebet akun tersebut dan mengkredit akun saham biasa. Pada saat ini pula, jumlah lembar saham biasa yang diterbitkan dan beredar akan menjadi bertambah.

Sumber: 
http://id.shvoong.com/business-management/accounting/2159438-akuntansi-deviden-saham/#ixzz1QRdJxiJ3
PERLAKUAN PAJAK UNTUK SAHAM BONUS
Pembagian laba dalam bentuk saham bonus termasuk dalam pengertian deviden. Namun demikian, tidak semua saham bonus merupakan deviden. Saham bonus yang bukan deviden ini dijelaskan di pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 138 Tahun 2000.
Dalam menghitung penghasilan berupa deviden sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 huruf g undang-undang pajak penghasilan tidak termasuk pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:
1. Kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetorkan modal/membeli saham diatas harga nominal, sepanjang jumlah nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal
2. Kapitalisasi selisih lebih revaluasi tetap


Comments