TARIF DAN PERHITUNGAN PAJAK BADAN

Pada dasarnya, tarif PPh Badan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menganut tarif tunggal yaitu sebesar 28% pada tahun 2009 atau 25% pada tahun 2010 dan seterusnya. Namun demikian, ternyata tarif PPh Badan juga harus memperhitungkan fasilitas pengurangan tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 31E Undang-undang tersebut. Adanya batasan peredaran usaha bagi Wajib Pajak badan yang berhak mendapatkan pengurangan tarif ini membuat tarif PPh Badan menjadi tidak sederhana. Nah, tulisan singkat ini akan mencoba menyederhanakan penghitungan PPh badan terutang dengan menyederhanakan tarifnya.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa perubahan tarif PPh Badan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mulai diberlakukan untuk tahun pajak 2009. Bila berdasarkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, tarif PPh Badan merupakan tarif progresif dengan menggunakan tiga lapisan tarif, maka Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2a) menyederhanakannya dengan memperkenalkan tarif tunggal yaitu 28% tahun pajak 2009 atau 25% untuk tahun pajak 2010 dan seterusnya. Berikut adalah perubahannya.
Tarif cfm UU Nomor 17 Tahun 2000
Tarif cfm UU Nomor 36 Tahun 2008
Lapisan PKP
Tarif
Lapisan PKP
Tarif
s.d Rp50 Juta
10%

Berapapun nilai PKP
28% (2009)
25% ( 2010 dst)
Di atas Rp50 Juta s.d Rp100 Juta
15%
Di atas Rp100 Juta
30%
Tarif Pasal 31E
Namun demikian, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 ini juga memberikan fasilitas sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan Pasal 17 ayat (2b) berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal. Lalu, Siapa yang berhak untuk mendapatkan fasilitas pengurangan tarif? Pasal 31E ayat (1) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00. Bagi wajib pajak tersebut diberikan fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a).
Dengan demikian, Wajib Pajak yang berhak atas fasilitas pengurangan tarif ini adalah Wajib Pajak badan dalam negeri yang peredaran brutonya tidak lebih dari Rp 50 Milyar. Jadi, selain Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto kurang dari Rp 50 Milyar tidak berhak atas pengurangan tarif ini, misalnya Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri ataupun Wajib Pajak luar negeri. Begitu Juga, Wajib Pajak badan dalam negeri yang peredaran brutonya lebih dari Rp 50 Milyar juga tidak mendapatkan fasilitas ini.
Masih di Pasal 31E ayat (1), penerapan pengurangan tarif sebesar 50% inipun dibatasi yaitu hanya atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00. Hal ini berarti bahwa untuk Penghasilan Kena Pajak atas bagian peredaran bruto di atas Rp4,8 Milyar sampai dengan Rp50 Milyar, tetap dikenakan tarif normal 28% (tahun pajak 2009) atau 25% (tahun pajak berikutnya).
Ketentuan pengurangan tarif di atas dimaksudkan untuk mendukung program Pemerintah dalam pemberdayaan Wajib Pajak badan dalam skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Ketentuan ini juga bertujuan untuk mengurangi beban pajak bagi Wajib Pajak badan tersebut akibat penerapan tarif tunggal sejak tahun 2009. Padahal, pada tahun sebelumnya, tarif pajak bagi Wajib Pajak UMKM ini mungkin hanya 10% atau 15% saja.
Berikut ini adalah contoh penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Pasal 31E Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, sebagaimana dinyatakan dalam memori penjelasannya.
Misalkan peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp3.000.000.000,00, maka PPh badan terutang tahun pajak 2009 untuk PT X adalah sebagai berikut :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp4.800.000.000,00 : Rp30.000.000.000,00) x Rp3.000.000.000,00 =
Rp480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas :
Rp3.000.000.000,00 - Rp480.000.000,00 =
Rp2.520.000.000,00
Jadi, Pajak Penghasilan yang terutang adalah :

Atas PKP Rp480.000.000,00      (50% x 28%) x Rp480.000.000,00             =
Rp 67.200.000,00
Atas PKP Rp2.520.000.000,00   28% x Rp2.520.000.000,00                          =
Rp705.600.000,00
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang
Rp 772.800.000,00

Berdasarkan penjelasan di atas, maka untuk Wajib Pajak badan dalam negeri, tarif pajak yang dikenakan adalah :
  1. Bagi wajib pajak dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 Milyar, dikenakan tarif PPh Badan sebesar 50% x 25% atau sama dengan 12,5% (untuk tahun pajak 2010 dan tahun berikutnya)
  2. Bagi wajib pajak dengan peredaran bruto lebih dari Rp50 Milyar, dikenakan tarif PPh Badan sebesar 25% (untuk tahun pajak 2010 dan tahun berikutnya)
  3. Bagi wajib pajak dengan peredaran bruto di atas Rp4,8 Milyar sampai dengan Rp50 Milyar, dikenakan tarif PPh Badan sebagai berikut :
    1. Untuk Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 Milyar, PPh terutang adalah 50% x 25% x PKP. Artinya bahwa tarif PPh Badan adalah 12,5% pada bagian Penghasilan Kena Pajak ini.
    2. Untuk Penghasilan Kena Pajak sisanya, PPh terutang adalah 25% x PKP.

Tarif Efektif
Menurut penulis. ketentuan Pasal 31E Undang-undang Pajak Penghasilan tersebut rasanya sulit dipahami oleh Wajib Pajak badan dalam skala UMKM. Akan lebih mudah dicerna apabila dalam menghitung PPh terutang menggunakan cara tarif pajak dikalikan langsung dengan penghasilan kena pajak.
Apabila kita terjemahkan dalam bahasa matematika yang sederhana, dengan peredaran bruto kita singkat PB dan tarif PPh Badan adalah T, maka akan kita peroleh pernyataan sebagai beikut :
  1. Jika PB ≤4,8 Milyar, maka T = 12,5%
  2. Jika PB > 50 Milyar, maka T = 25%
Sementara itu, tarif efektif apabila peredaran bruto di atas Rp4,8 Milyar tapi tidak lebih dari Rp50 Milyar harus dapat kita hitung dengan persamaan sebagai berikut :
 
PPh adalah PPh terutang untuk tahun pajak 2010 dan tahun pajak berikutnya. PB adalah peredaran bruto (dalam rupiah) untuk satu Wajib Pajak badan dalam negeri tahun pajak 2010 atau tahun pajak berikutnya. PKP adalah Penghasilan Kena Pajak (dalam rupiah) untuk Wajib Pajak badan dalam negeri tersebut. Sementara M adalah menunjukkan angka dalam Milyar Rupiah.
Mengingat bahwa besarnya PPh = T x PKP,  maka tarif efektif PPh Badan bagi mereka yang memiliki peredaran bruto berada di kisaran Rp4,8 Milyar sampai dengan Rp50 Milyar adalah :
 
Dengan demikian, misalkan apabila ada Wajib Pajak badan dalam negeri dalam tahun 2011 memiliki peredaran bruto Rp20 Milyar, maka tarif efektif PPh Badan adalah :
 
 Terlihat bahwa tarif efektif PPh Badan merupakan fungsi dari peredaran brutonya. Apabila kita gambarkan dalam bentuk grafik, dengan tarif efektif berada di sumbu y dan peredaran bruto di sumbu x, maka gambarnya adalah sebagai berikut.
 
Nah, dengan cara perhitungan tarif PPh Badan seperti itu, menghitung PPh terutang menjadi lebih mudah bukan?

Kesimpulan
Terdapat tiga kelompok Wajib Pajak badan dilihat dari jumlah peredaran brutonya.Pertama Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 Milyar setahun.  Bagi Wajib Pajak ini, tarif PPh badan yang dikenakan adalah sebesar 50% dari tarif Pasal 17. Jadi, untuk tahun 2009, tarif PPh badan adalah 50% x 28% atau sama dengan tarif efektif 14%. Sedangkan untuk tahun 2010 dan seterusnya, tarif PPh badan adalah 50% x 25% atau sama dengan tarif efektif 12,5%.
Kelompok kedua adalah Wajib Pajak badan yang memiliki peredaran bruto lebih dari Rp50 Milyar setahun. Pengurangan tarif tidak diberikan untuk kelompok Wajib Pajak ini. Artinya tarif PPh badan yang dikenakan adalah tarif Pasal 17 tanpa pengurangan, yaitu 28% untuk tahun 2009 dan 25% untuk tahun 2010 dan seterusnya.
Nah, kelompok yang terakhir adalah kelompok Wajib Pajak badan yang peredaran brutonya lebih dari Rp4,8 Milyar setahun tetapi tidak lebih dari Rp50 Milyar setahun. Kelompok ini akan mendapatkan pengurangan tarif untuk sebagian penghasilan kena pajaknya. Tarif efektifnya adalah 25% - (Rp0,6 Milyar/Peredaran Bruto) sehingga angkanya akan berkisar antara 12,5% dan 25% tergantung pada besarnya peredaran bruto setahun.

Rujukan
  1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
  3. Arie Widodo, Pasal 31E Undang-undang PPh : Menguntungkan atau Bumerang, http://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=45&q&hlm=1



Comments