PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS
PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk memberikan kemudahan kepada
Wajib
Pajak orang pribadi dan badan yang
memiliki peredaran bruto tertentu, perlu
memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang
terutang;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal
4
ayat (2) huruf
e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
Mengingat :
1. Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor
36
Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4893);
MEMUTUSKAN: . . .
- 2 -
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU.
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud
dengan:
1. Undang-Undang Pajak
Penghasilan adalah
Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor
7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
2. Tahun Pajak
adalah jangka
waktu
1
(satu)
tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu, dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final.
(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah Wajib Pajak yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang
pribadi atau Wajib
Pajak
badan
tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. menerima
penghasilan dari usaha,
tidak termasuk penghasilan dari
jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto
tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
(3) Tidak
. . .
- 3 -
(3) Tidak termasuk
Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a.
menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap;
dan
b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau
berjualan.
(4) Tidak termasuk Wajib
Pajak
badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah:
a. Wajib Pajak badan
yang belum beroperasi
secara
komersial; atau
b. Wajib Pajak badan yang dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Pasal 3
(1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen).
(2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didasarkan pada
peredaran bruto
dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak
yang bersangkutan.
(3) Dalam hal peredaran
bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib
Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah
ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan.
(4) Dalam . . .
- 4 -
(4) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah)
pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib
Pajak
pada Tahun
Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
Pasal 4
(1) Dasar
pengenaan pajak
yang
digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap
bulan.
(2) Pajak Penghasilan terutang dihitung
berdasarkan
tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5
Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 6
Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 7 . . .
- 5 -
Pasal 7
Pajak yang dibayar atau terutang di
luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dapat
dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 8
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan
pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan
penghasilan yang tidak
dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
kompensasi kerugian
dilakukan mulai Tahun
Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;
b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan
yang bersifat final berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini
tetap diperhitungkan sebagai bagian
dari jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada huruf
a;
c.
kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya
Pajak Penghasilan yang bersifat
final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun
Pajak berikutnya.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak yang memiliki peredaran bruto
tertentu dan kriteria beroperasi
secara komersial diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 10 . . .
- 6 -
Pasal 10
Hal
khusus terkait peredaran
bruto sebagai dasar
untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai
berikut:
1. didasarkan
pada
jumlah peredaran bruto Tahun
Pajak
terakhir sebelum Tahun Pajak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang
disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang
dari jangka waktu 12 (dua
belas) bulan;
2. didasarkan
pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan
bulan
sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak
terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun
Pajak saat berlakunya Peraturan
Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku;
3. didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha
yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar
sebagai Wajib Pajak sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 11
Peraturan Pemerintah ini
mulai berlaku
pada
tanggal
1 Juli 2013.
Agar . . .
- 7 -
Agar setiap
|
orang
mengetahuinya,
|
memerintahkan
|
pengundangan
|
Peraturan Pemerintah
|
ini dengan
|
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 12 Juni 2013
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA, ttd
DR.
H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN
2013 NOMOR 106
Salinan
sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Perekonomian,
LYDIA SILVANNA
DJAMAN
PENJELASAN ATAS
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS
PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU
I. UMUM
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak
Penghasilan yang bersifat
final dan penetapan besaran tarif pajak
terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan
Pajak Penghasilan yang bersifat final
tersebut ditetapkan dengan berdasarkan
pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam
pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta
memperhatikan perkembangan ekonomi
dan moneter.
Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto
tertentu, untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak
Penghasilan yang terutang.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1
Cukup
jelas.
Pasal 2 . . .
- 2 -
Pasal
2
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk
dari usaha cabang, selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Berdasarkan arah aliran tambahan
kemampuan ekonomis
kepada
Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a.
penghasilan dari pekerjaan dalam
hubungan kerja
dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek
dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dan sebagainya;
b. penghasilan
dari usaha dan kegiatan;
c.
penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta
tak gerak, seperti bunga, dividen,
royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta
atau hak
yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
d. penghasilan
lain-lain, seperti pembebasan utang
dan hadiah. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri
dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris,
penilai, dan aktuaris;
b.
pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan
penari;
c. olahragawan;
d.
penasihat, pengajar, pelatih,
penceramah, penyuluh,
dan moderator;
e. pengarang . . .
- 3 -
e.
|
pengarang,
peneliti, dan penerjemah;
|
|
|
f.
|
agen
iklan;
|
||
g.
|
pengawas
atau pengelola proyek;
|
||
h.
|
perantara;
|
||
i.
|
petugas
penjaja barang dagangan;
|
||
j.
|
agen
asuransi; dan
|
||
k.
|
distributor perusahaan pemasaran
|
berjenjang
|
(multilevel
|
marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan
sejenis
lainnya.
Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama
dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya
tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan
pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku tersebut.
Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli
2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi
6 (enam) bulan pertama dari
tahun 2013.
Contoh penentuan peredaran bruto:
Rajesh merupakan pedagang tekstil
yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah
yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian
peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a. Pasar A
sebesar Rp80.000.000,00; b. Pasar B
sebesar Rp250.000.000,00; c. Pasar C sebesar Rp400.000.000,00.
Dengan demikian peredaran bruto
usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan
Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar
Rp730.000.000,00 (Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).
Ayat (3) . . .
- 4 -
Ayat
(3)
Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong
dalam
ketentuan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan
usaha
perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yang
dapat dibongkar pasang, termasuk
yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang
menurut peraturan perundang-undangan
bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau
berjualan, misalnya pedagang makanan keliling,
pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak
dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final berdasarkan ketentuan
Peraturan Pemerintah ini.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Pasal
3
Ayat
(1)
Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat
final: CV Andik memiliki usaha penjualan
gerabah
yang
berdasarkan
pembukuan atau catatan pada Tahun Pajak 2013
(Januari 2013
sampai dengan Desember 2013),
memiliki peredaran
bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik pada
tahun 2014
dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen),
karena peredaran bruto CV Andik
pada Tahun Pajak
2013 tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat (3) . . .
- 5 -
Ayat
(3)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (1)
dan ayat (2), pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang diterima
oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014
(akhir Tahun Pajak 2014) tetap dikenai tarif
Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebesar 1% (satu persen).
Ayat
(4)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (3),
pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah),
maka penghasilan yang diperoleh CV Andik pada tahun 2015 (tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal
4
Ayat
(1)
Cukup jelas. Ayat (2)
Jika CV Andik, sebagaimana
contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1)
dan
ayat (2), pada
bulan Agustus 2014 memperoleh
penghasilan dari usaha
penjualan gerabah sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan
yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut:
Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1%
x Rp50.000.000,00
=
Rp500.000,00
Pasal 5 . . .
- 6 -
Pasal
5
Atas
penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan
dari usaha jasa konstruksi yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah, meskipun peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan
dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak
dikenai
Pajak
Penghasilan yang bersifat
final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.
Pasal
6
Cukup jelas.
Pasal
7
Cukup jelas.
Pasal
8
Contoh perlakuan kompensasi kerugian:
Jika Wajib
Pajak PT
Pantang Menyerah
mengalami
kerugian pada Tahun
Pajak 2010, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT
Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah
ini maka jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung sampai dengan Tahun
Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak
PT Pantang Menyerah
pada
Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan mengalami kerugian berdasarkan pembukuan, maka
atas kerugian
tersebut tidak
dapat dikompensasikan dengan Tahun
Pajak berikutnya.
Pasal 9 . . .
- 7 -
Pasal
9
Cukup
jelas.
Pasal
10
Contoh penentuan
peredaran bruto sebagai dasar
dikenainya Pajak
Penghasilan
dengan Peraturan Pemerintah ini,
dalam hal:
a. Tahun
Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua
belas) bulan;
b. Wajib
Pajak baru terdaftar pada Tahun
Pajak yang sama dengan tahun
berlakunya Peraturan Pemerintah ini pada bulan sebelum bulan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini;
dan
c. Wajib
Pajak baru terdaftar setelah berlakunya
Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun Pajak pertama,
adalah
sebagai berikut:
1)
PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak.
Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013.
Peredaran bruto selama bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013
adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/5 =
Rp360.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013 tidak melebihi
Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah),
maka
penghasilan yang diperoleh
di tahun 2014
dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan
Pemerintah ini.
2) PT Daya Tangkap
terdaftar
3
(tiga)
bulan
sebelum
berlakunya
Peraturan Pemerintah ini pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Jumlah
peredaran
bruto selama 3 (tiga) bulan tersebut
adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Peredaran bruto selama
3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah: Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena . . .
- 8 -
Karena peredaran bruto disetahunkan
untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi
Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan
yang diperoleh mulai pada bulan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak
bersangkutan, dikenai pajak yang
bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
3)
Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November
2014. Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar Rp15.000.000,00 (lima
belas juta rupiah).
Penghasilan bruto bulan
November 2014 disetahunkan adalah:
12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00
Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai
Wajib Pajak)
yang disetahunkan tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah), maka penghasilan yang
diperoleh di tahun
2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan
Pemerintah ini.
Pasal
11
Cukup
jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5424
Comments
Post a Comment
Berkomentarlah dengan bahasa yang sopan.